Bagaimana Mengutip, Merujuk, Citasi sesuai dengan pedoman akademis?
Dalam mencari referensi untuk penelitian ilmiah, perlu memperhatikan sumber yang akan dikutip. Sebaiknya menggunakan sumber-sumber yang kredibel dan dapat dipertanggung jawabkan baik secara empiris maupun akademis. Beberapa sumber yang sebaiknya wajib ada yaitu buku dan jurnal. Apabila menggunakan sumber dari internet pastikan dari website yang dapat dipertanggung jawabkAN seperti website pemerintahan atau website press. Berikut ini beberapa hal yang dapat dipahami tentang kutipan untuk karya tulis ilmiah.
1. Mengutip Buku:
Bayangkan buku sebagai pohon besar dalam hutan pengetahuan. Saat kita memetik sehelai daunnya (gagasan, teori, atau kutipan), kita perlu memberi tahu pembaca dari pohon mana daun itu berasal.
Format APA sederhana: (Nama Belakang, Tahun, Halaman).
Contoh: (Suryanto, 2020, hlm. 45).
Dalam narasi bisa ditulis begini:
Menurut Suryanto (2020), gagasan tentang kepemimpinan berakar pada konteks budaya lokal.
Artinya, kita tidak hanya memetik daun, tapi juga menunjukkan koordinat pohon agar orang lain bisa menemukannya lagi.
2. Mengutip Jurnal:
Jurnal ibarat sumur pengetahuan yang digali sangat dalam. Saat mengambil air dari sumur itu, kita harus menyebutkan siapa yang menggali, kapan digali, dan di sumur mana.
Format umum: (Nama Belakang, Tahun).
Contoh: (Rahmawati & Pratama, 2021).
Dalam kalimat:
Penelitian Rahmawati dan Pratama (2021) menunjukkan bahwa penggunaan teknologi meningkatkan keterlibatan mahasiswa dalam pembelajaran daring.
Jadi, mengutip jurnal bukan sekadar menyebut nama, tapi juga memberi sinyal bahwa “air segar” ini bersumber dari sumur riset yang valid.
3. Mengutip Sumber Online:
Internet seperti pasar malam raksasa: ramai, penuh cahaya, tapi tak semua pedagang dapat dipercaya. Saat kita membeli argumen dari sana, kita harus memberi tahu siapa penjualnya dan di lapak mana kita menemukannya.
Format: (Nama Penulis/Organisasi, Tahun, URL jika perlu).
Contoh: (UNICEF, 2023).
Dalam kalimat:
Data UNICEF (2023) mengungkap bahwa lebih dari 40% remaja di negara berkembang menghadapi tantangan kesehatan mental.
Kalau sumbernya rapuh (misalnya blog pribadi tanpa kredibilitas), itu ibarat membeli barang di kios tak dikenal—bisa saja asli, bisa juga sekadar ilusi.
4. Mengutip Kutipan Langsung:
Jika kita menyalin kata demi kata, itu sama seperti memotret lanskap hutan. Foto itu tetap milik orang lain; kita hanya menunjukkan hasil jepretannya.
Gunakan tanda kutip + halaman.
Contoh: “Pendidikan adalah investasi jangka panjang” (Hidayat, 2019, hlm. 78).
5. Mengutip Para-frasa:
Kalau kita hanya mengambil aroma bunga tanpa memetik bunganya, itu parafrasa. Intinya sama, tapi sudah berbaur dengan gaya bahasa kita.
Contoh: Hidayat (2019) menekankan bahwa pendidikan merupakan bentuk investasi yang memberi dampak berkelanjutan.
Inti dari Semua Ini
Mengutip bukan sekadar soal aturan teknis, melainkan etika intelektual. Dengan citasi, kita menegakkan tradisi ilmiah: setiap ide dihormati, setiap suara terdengar, dan setiap jejak dalam hutan pengetahuan tidak hilang ditelan waktu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Berkomentarlah yang bijak dan tidak menyebarkan link judi, sara dan hal yang melanggar hukum, terimakasih.